CATATAN
SI BURUNG GEREJA
Karya:
Rifatus Syarifah
(Juara
3 Lomba Menulis Cerpen FLS2N 2013 Tingkat Kab. Bogor)
Inilah
rumahku di mana aku dan saudara-saudaraku bersarang. Lihatlah di setiap
celah-celah genting bangunan sekolah itu, aku dan saudara-saudaraku berlindung
dari teriknya panas matahari dan dinginnya udara di malam hari.
Aku
sudah lama bersarang di celah genting bangunan sekolah ini, hampir setiap hari
aku melihat siswa-siswa yang berdatangan untuk menuntut ilmu di sekolah ini, tetapi
ada saja di antara mereka yang melanggar peraturan sekolah yang sudah
ditetapkan. Hampir setiap hari aku melihat ada saja siswa yang terkena
hukuman.
Aku
sering melihat ketika hari Senin seusai upacara, ada saja di antara mereka yang
terkena sanksi. Mulai dari yang kesiangan, ada yang tidak memakai dasi, kalau
anak laki-laki ada yang berambut agak panjamg, dan sampai-sampai ada yang
memakai celana model corong. Hampir setiap hari aku melihat kejadian-kejadian
seperti itu.
Pada
suatu hari, aku tidak sengaja sedang bertengger di sebuah papan jendela di
sebuah kelas. Terlihat oleh pandanganku, beberapa siswa tengah sibuk menulis di
meja belakang. Entah sedang apa mereka. Ternyata mereka sedang mengerjakan PR.
Apakah mereka tidak tahu kalau PR itu sebenarnya pekerjaan rumah bukan
pekerjaan sekolah. Mungkin mereka bukan tidak tahu, tetapi mereka malas
mengerjakannya di rumah .
Bel
masuk pun berdering hingga membuatku terperanjat lalu terbang untuk
melihat-lihat di sekitar sekolah tempat
aku bersarang ini. Ketika aku sedang bertengger di sebuah pohon, aku melihat
seorang guru sedang menggiring beberapa siswanya dari dalam kelas menuju mesjid.
Aku tidak tahu mau diapakan mereka itu. Lalu aku tidak sengaja mendengar
perkataan gurunya itu. Mereka diminta untuk membuka sepatunya lalu dimintanya
pula untuk bersuci. Ternyata, mereka itu belum shalat subuh. Kalau mereka belum
shalat subuh, pukul berapa mereka bangun. Apa mereka selalu begitu setiap hari,
padahal mereka bisa memasang alarm atau minta dibangunkan oleh orang tuanya
agar tidak kesiangan. Yang pasti, kebisaaan baik itu harus dipaksakan dan
ditanamkan sejak dini.
Tak
lama kemudian bel pelajaran kedua pun berdering hingga membuatku kembali terperanjat.
Aku terbang dan hinggap di papan jendela sebuah kelas. Ketika aku sedang
melihat-lihat, seorang guru sedang menerangkan sebuah pelajaran. Terlihat olehku
salah seorang muridnya sedang asik mengoperasikan handphone milikinya, padahal sebelum-sebelumnya dia pernah terkena
sanksi gara-gara mengoperasikan handphone-nya
pada saat jam belajar di kelas. Aku berfikir ,apa dia tidak merasa jera dengan
sanksi yang pernah ia terima .
Aku merasa bosan dengan keadaan sekolah tempat
aku bersarang, hampir setiap hari ada saja siswanya yang terkena hukuman .
Akhirnya , aku diajak oleh saudaraku untuk mengunjungi sebuah sekolah, katanya
untuk studi banding. Katanya di sana ada sebuah pelajaran berharga yang akan
aku dapat.
Aku
pun pergi sebelum matahari menampakkan dirinya. Aku dan saudaraku sangat senang
karena akan mendapatkan pelajaran berharga nanti. Mungkin aku bisa mengambil
pelajaran berharga dari sekolah itu dan membawanya ke sekolah di mana aku
bersarang. Aku dan saudaraku terbang melewati sungai yang indah, hutan yang
banyak ditumbuhi pepohonan, dan banyak sekali biji-bijian. Pantas saja banyak
burung yang bersarang di hutan itu. Aku berhenti sejenak dan beristirahat
sambil memakan biji-bijian. Setelah kenyang, aku kembali melanjutkan perjalanan
bersama.
Tak lama kemudian, aku dan saudaraku sampai di
sekolah tersebut. Aku bertengger di
depan gerbang sekolah, melihat-lihat beberapa siswa yang baru datang. Lalu
kulihat sesuatu yang lain, ada seorang siswa yang sangat pendek sekali dan
berbeda dari teman seumurannya. Ternyata, dia bukan pendek. Dia pendek karena
kakinya hanya sebatas lutut saja. Kata saudaraku, dia terlahir cacat. Meskipun memiliki kaki yang tidak sempurna, ia
termasuk siswa yang berprestasi. Dia bersekolah tidak memakai alas kaki apa pun
karena tidak ada ukuran dan model sepatu untuk kaki yang cacat semacam itu. Lututnya
tampak agak tebal dan kasar, karena ia selalu berjalan di atas aspal dan tanah
tanpa menggunakan alas kaki apa pun. Aku sangat kagum dan takjub kepadanya. Walaupun
dia memiliki kekurangan, tetapi semangatnya untuk belajar sangat tinggi.
Mengalahkan anak-anak sekolah yang
memiliki tubuh normal. Mengalahkan anak-anak sekolah yang memiliki kaki lengkap
untuk berjalan bahkan berlari. Ternyata, inilah pelajaran berharga yang ingin
ditunjukkan oleh saudaraku.
Aku
sangat sedih ketika mengingat siswa di mana tempatku bersarang. Di antara
mereka tidak ada yang tidak bisa berjalan. Tidak ada yang tidak bisa berlari. Tidak
ada yang tidak bisa menulis. Bahkan
ketika kedapatan sengaja tidak ikut upacara, walaupun di pematang sawah, mereka
sangat cepat berlari menghindar dari tangkapan guru. Padahal mereka semua bisa dikatakan
sebagai makhluk yang memiliki tubuh sempurna.
Tetapi, kenapa mereka menyia-nyiakan semua kesempatan yang ada di depan mata. Sepertinya
mereka tidak mensyukuri yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa.
Ketika pagi menjelang, udara begitu dingin karena semalaman
hingga pagi ini hujan tak kunjung reda. Perut yang semakin lapar memaksaku
untuk keluar mencari makanan. Kulihat ada beberapa siswa yang sudah datang dan
berdiri di depan pintu kelasnya. Padahal pintu kelas masih terkunci dan
kabut-kabut pagi masih terikat di rerumputan. Aku sangat senang sekali karena
masih ada di antara mereka yang begitu bersemangat untuk mencari ilmu walaupun
hujan tak kunjung reda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar